Kedua anak keturunan Boediharjo ini memang menunujukantalenta lebih dalam bidang ilmu matematika, ayahnya memang sudah sejak kecil mengenalkan matematika kepada kedua anaknya ini, bahkan ketika makan pun yang mereka bicarakan adalah soal matematika. March menyelesaikan sekolah menengahnya di Inggris ketika ia dan keluarganya menemani kakaknya menempuh pendidikan di Ingris. Hebatnya, dia masuk dalam kelas akselerasi, sehingga hanya perlu waktu dua tahun menjalani pendidikan setingkat SMA itu. Hasilnya, dia mendapat dua nilai A untuk pelajaran matematika dan B untuk statistik. Dia juga berhasil menembus Advanced Extension Awards (AEA), ujian yang hanya bisa diikuti sepuluh persen pelajar yang menempati peringkat teratas A-level. Dia lulus dengan predikat memuaskan. Dalam sejarah AEA, hanya seperempat peserta AEA yang bisa mendapat status tersebut. Ia juga mendapatkan 8 GCSEs dalam waktu yang sama dengan ketika ia mengikuti ujian A-level di Inggris. Setelah itu, ia pun mendaftarkan diri ke Baptist Hong Kong (HKBU), sebenarnya March sudah melamar ke beberapa universitas lain di Hong Kong. Di antaranya yaitu Universitas of Hong Kong, Hong Kong University of Science and Technology, dan Chinese University of Hong Kong. Namun, sayangnya universitas-universitas itu belum memberikan jawaban, aku ayah March. Sebenarnya, March ingin menyusul kakaknya yang berusia 14 tahun yang melanjutkan pendidikan di Oxford University di Inggris, namun sayangnya keluarga mereka tidak punya cukup uang, waluapun ayahnya adalah seorang pengusaha karena biaya hidup di Inggris itu sangat mahal dan akhirnya March dan orang tuanya pun harus kembali ke Hongkong lagi meninggalkan kakaknya yang sedang menempuh pendidikan di Oxford.
Ia mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong Kong (HKBU). Di tahun-tahun pertamnya
"Mereka tidak memberi tanggapan (di ruang kuliah). Mereka cuma mendengarkan dan satu sama lain tidak berinteraksi," katanya.
Anak itu mengatakan rekannya di sekolah sebelumnya "ingin bermain", tidak seperti mahasiswa perguruan tinggi.
Ketika ditanya tentang cara beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru, March mengaku tidak pernah cemas berhadapan dengan teman sekelas yang lebih tua darinya.”Ketika saya di Oxford, semua rekan sekelas saya berusia di atas 18 tahun dan kami kerap mendiskusikan tugas-tugas matematika,’’ kisahnya.
Seorang wartawan BBC di Hongkong, Vaudine England pernah mewawancarinya suatu saat dan ia berkata bahwa March Tian Boedihardjo tidak beda dengan bocah-bocah lain yang berusia 9 tahun, ia masih memiliki sisi kejenakaan khas anak-anak dan March juga mengaku bahwa selain ia hobi melahap dan mempelajari semua buku matematika miliknya, ia juga sangat senang bermain catur, monopoli, dan lego.
Pelajaran yang dapat kita ambil
Saya selalu berpikir bahwa matematika itu sulit mungkin begitupun dengan anda, saya sering sekali mendapatkan nilai dibawah 7 di ulangan matematika saya, tapi setelah saya membaca kisah seorang Tian Boediahrjo, istilah tidak ada yang tidak mungkin andaikan kita mau berusaha dan terus focus itu memang benar. Mungkin saat ini saya kurang berusaha dan focus sehingga banyak kegagalan menghampiri saya. Tapi saya akan berusaha untuk bisa berhasil dan membangun diri dari segala kegagalan yang pernah saya alami. Sebab “aku bisa” dan “kita bisa”. Ayo kita berprestasi untuk mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
“Ketika kita berpikir bahwa matematika itu sulit dan banyak orang menyerah jika sudah tidak bisa menemukan cara untuk menyelesaikan suatu soal, anak Indonesia jenius ini justru tidak berpikir seperti itu, ia selalu berpikir matematika adalah sebuah tantangan yang mengasyikan untuk diselesaikan buatnya.”
Referensi :
- http://en.wikipedia.org/wiki/March_Tian_Boedihardjo
Tidak ada komentar :
Posting Komentar